BAB II
PEMBAHASAN
Empat puluh persen dari wilayah Jakarta
terutama di sisi utara berada lebih rendah dari permukaan air laut saat
pasang tinggi dan terdapat 13 sungai mengalir melalui kota Jakarta.
Jakarta menjadi daerah rawan banjir selama musim hujan, terutama saat
hujan turun deras yang dapat menyebabkan air sungai melimpah. Resiko
banjir menjadi sangat tinggi ketika hujan deras bertepatan dengan
tingginya air pasang di laut. Namun selain daripada itu, terdapat
alasan lain yang disebabkan oleh kegiatan manusia yang memperbesar
kemungkinan atau memperparah terjadinya banjir di Jakarta:
•
Pembangunan perumahan dan komersil di sekitar bantaran sungai
menyebabkan aliran sungai dan kanal terhambat misalnya oleh
bangunan-bangunan seperti jembatan atau pipa;
• Cara pengangkutan
dan pengelolaan sampah yang kurang tepat, dan kebiasaan orang membuang
sampah sembarangan menyebabkan penimbunan sampah di sungai-sungai;
• Tidak tertatanya saluran drainase yang berfungsi untuk menyalurkan air hujan dan mengalirkannya keluar daerah hunian;
• Kurangnya lahan hijau untuk menyerap air hujan dan penebangan hutan di Bogor dan Puncak yang merusak daerah tangkapan hujan.
Menurut UNESCO (2007), kemungkinan terjadinya banjir di daerah perkotaan semakin besar karena:
• Dibangunnya permukiman di daerah dataran banjir dan bantaran sungai:
Bermukim
terlalu dekat dengan sungai berisiko terkena banjir akibat limpahan air
sungai. Oleh karena itu, sebaiknya masyarakat sebaiknya tidak membangun
rumah mereka di daerah bantaran sungai untuk memberikan tempat untuk
sungai untuk melimpah.
• Pembabatan tetumbuhan alami:
a)
Pepohonan dan semak belukar dapat membantu memperkuat daerah bantaran
sungai. Apabila tetumbuhan alami di sekitar sungai ditebang, maka tanah
di sekitarnya akan lebih mudah terkikis dan terbawa air ke sungai.
Tanah ini akan mengendap dan menyebabkan pendangkalan sungai. Hal ini
akan mengurangi jumlah air yang dapat ditampung di dalam sungai. Air
yang tadinya dapat ditampung di dalam sungai (ketika sungai masih dalam)
kini berpotensi untuk membanjiri daerah di sekitar sungai.
b) Tanah
yang ditumbuhi oleh tanaman dapat menyerap air dalam jumlah yang lebih
banyak. Apabila semak-semak dan pohon ditebang, air hujan tidak dapat
terserap ke dalam tanah sehingga dapat menggenangi lahan. Selain itu
banjir dari air yang tidak terserap tadi dapat mengikis tanah yang tidak
terlindungi oleh tumbuhan dan membawa sejumlah lumpur ke sungai. Jumlah
air yang mengalir ke sungai semakin besar karena tidak dapat diserap
oleh tumbuhan atau terserap ke dalam tanah. Air yang dapat ditampung
oleh sungai berkurang karena pendangkalan, sehingga limpahan air yang
keluar dari sungai semakin besar. Hal ini memperbesar kemungkinan
terjadinya banjir.
• Permukaan yang dilapis (disemen, diaspal dan lain-lain):
Permukaan
yang dilapis, seperti jalan atau lapangan parkir tidak dapat menyerap
air hujan. Perkebunan atau hutan yang diubah menjadi jalan, lapangan
parkir, atau tempat tinggal, akan kehilangan kemampuannya untuk menyerap
air hujan. Ketika hujan, air yang tidak terserap akan mengalir di atas
tanah akan menggenangi jalan dan dengan cepat mengalir ke daerah yang
lebih rendah. Hal ini akan memperbesar kemungkinan terjadinya banjir
bandang yang datang dengan tiba-tiba.
• Pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya:
Sampah
yang dibuang ke sungai dan selokan, akan mengurangi kapasitas sungai
untuk menampung air hujan. Sungai atau selokan yang tersumbat oleh
sampah dapat menyebabkan air melimpah keluar. Selain itu, sampah akan
mencemari air sungai dan akan menyebabkan timbulnya penyakit apabila air
yang tercemar tersebut digunakan untuk makan dan minum.
Bencana
banjir di DKI Jakarta pada awal tahun 2002 yang lalu memang luar biasa.
Pada tanggal 1 Februari misalnya, tinggi air yang menggenangi kelima
wilayah DKI Jakarta mencapai 175 – 250 cm. Dua minggu kemudian ternyata
ketinggian air belum juga surut secara berarti. Di Jakarta Pusat
berkisar antara 10 – 30 cm, di Jakarta Utara antara 20 – 160 cm, di
Jakarta Barat antara 10 – 210 cm, di Jakarta Selatan antara 20 – 150 cm,
dan di Jakarta Timur antara 10 – 150 cm. Survei cepat yang dilaksanakan
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes)
dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa sebagian besar responden
(64%) daerahnya terendam air setinggi di atas 100 cm. Sebagian besar
(79%) menyatakan bahwa genangan air terjadi selama lebih dari tujuh
hari.
Banjir telah menyebabkan terjadinya pengungsian masyarakat
secara besar-besaran. Berdasarkan catatan Badan Litbangkes jumlah
pengungsi sebanyak 381.296 orang. Memang, jumlah pengungsi ini
berangsurangsur menyusut seiring dengan menyusutnya genangan air.
Banjir telah pula mengakibatkan banyak kerugian, baik material maupun
jiwa. Sebanyak 300.000 jiwa kehilangan tempat tinggal. Sementara itu,
75 orang meninggal dunia akibat berbagai sebab. Mulai dari hanyut di
sungai, tenggelam, tersengat listrik, terkena penyakit muntaber, diare,
dan demam berdarah. Sedangkan kejadian banjir pada tahun 2007 sekitar
146 ribu rumah penduduk di wilayah Jabodetabek yang terganggu, dengan
kondisi rusak ringan, rusak berat atau hilang karena hanyut tersapu
banjir. Orang–orang yang kehilangan sanak saudara dan teman-teman,
ratusan orang yang harus meninggalkan rumah mereka untuk mengungsi dan
ratusan orang menderita sakit karena penyakit bawaan air setelah banjir
(korban jiwa 80 orang dan pengungsi 381 orang (BAPEDA DKI Jakarta,
2007).
Kerusakan fisik selain rumah masyarakat yang terjadi akibat
banjir tahun 2002 antara lain sekolah, tempat peribadatan, maupun
sarana umum. Jumlah bangunan sekolah yang rusak mencapai lebih dari 300
buah. Sarana ibadah yang rusak mencapai sekitar 175 buah. Perkantoran
yang rusak lebih kurang 50 buah (sebagian besar Kantor Kelurahan).
Sedangkan sarana kesehatan yang rusak atau terendam air mencapai sekitar
50 buah (sebagian besar Puskesmas). Kerugian material lain berupa
rusaknya taman-taman, termasuk kebun-kebun bibit berikut peralatannya,
yang ditaksir mencapai lebih dari Rp. 4 milyar. PDAM juga menderita
kerugian secara langsung maupun tidak langsung hingga sebesar lebih dari
Rp. 1 milyar. Ironisnya lagi, musibah banjir ini justru dilengkapi
dengan musibah kebakaran. Kebakaran terjadi terutama di tiga tempat,
yaitu di Bendungan Jago (Jakarta Pusat), di Kramat Pulo (Jakarta Pusat),
dan di Kebon Pisang (Jakarta Utara). Kebakaran ini diduga akibat
hubungan pendek (korsluiting) listrik.
Sesungguhnya masih banyak
kerugian yang diderita masyarakat Jakarta dengan terjadinya banjir besar
awal tahun 2002 dan tahun 2007. Kerugian yang tidak kasat mata tetapi
terasakan adalah tekanan jiwa akibat berhari-hari berada dalam keadaan
tidak menentu. Sedangkan kerugian yang selanjutnya menjadi urusan para
petugas kesehatan adalah meningkatnya masalah kesehatan masyarakat.
Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan pada saat dan pasca banjir,
Yayasan IDEP (2007) menjabarkan dampak kesehatan yang terjadi di
masyarakat, antara lain :
1. Ancaman wabah penyakit setelah banjir -
Pada saat dan sesudah banjir, ada beberapa tempat yang bisa menyebabkan
tersebarnya penyakit menular, seperti: tempat pembuangan limbah dan
tempat sampah yang terbuka, sistem pengairan yang tercemar dan sistem
kebersihan yang tidak baik. Bakteri bisa tersebar melalui air yang
digunakan masyarakat, baik air PAM maupun airsumur yang telah tercemar
oleh air banjir. Air banjir membawa banyak bakteri, virus, parasit dan
bibit penyakit lainnya, termasuk juga unsur-unsur kimia yang berbahaya.
2.
Penyakit Diare - diare mempunyai masa pertumbuhan antara 1 - 7 hari.
Ikuti petunjuk-petunjuk kebersihan di bawah ini untuk menghindari risiko
terjangkit Diare. Orang yang terjangkit penyakit ini harus mendapatkan
perawatan khusus karena apabila dibiarkan terlalu lama bisa terancam,
khususnya pada orang tua dan anak-anak.
3. Penyakit yang disebarkan
oleh nyamuk - banjir bisa meningkatkan perkembangbiakan nyamuk secara
luas. Bibit-bibit penyakit yang dibawa oleh serangga ini termasuk Demam
Berdarah, Malaria, dan lain-lain. Untuk mencegah sebuah tempat menjadi
sarang nyamuk, kosongkan air yang tergenang dan tutup tempat-tempat air
yang terbuka.
4. Unsur-unsur Kimia seperti pestisida, pupuk kimia dan
unsur-unsur dengan bahan dasar minyak bisa mencemari sumber air dan
membawa risiko.
Beberapa jam pertama pada saat bencana misalnya
saat terjadinya banjir besar adalah waktu yang paling kritis bagi
masyarakat. Tindakan cepat dan terkoordinasi (yang telah direncanakan
secara berhati-hati sebelumnya) ditambah dengan pengetahuan yang baik
tentang masyarakat dan lingkungan adalah hal terpenting dalam mengurangi
dampak banjir pada masyarakat, harta benda dan lingkungan.
Penanggulangan banjir tentu saja membutuhkan partisipasi masyarakat.
Hanya masyarakat itu sendiri yang mampu mengidentifikasi kebutuhan dan
mengetahui urutan prioritasnya. Hanya mereka yang paling mampu dalam
menjabarkan masalah-masalah yang ada serta melakukan tindakan responsif
berdasarkan sumber daya dan kapasitas lokal yang tersedia, sehingga
penanggulangan banjir dapat direncanakan dan diterapkan secara efektif,
karena:
• Tidak ada yang lebih mengerti kesempatan dan hambatan setempat selain masyarakat itu sendiri;
•
Tidak ada yang lebih tertarik untuk memahami bagaimana bertahan hidup
dalam kondisi yang terancam daripada masyarakat itu sendiri;
•
Masyarakat akan mengalami banyak kerugian apabila mereka tidak dapat
merumuskan keterbatasan mereka dan mengatasinya, namun masyarakat juga
akan banyak memperoleh keuntungan apabila mereka dapat mengurangi dampak
banjir;
• Masyarakat yang mandiri dapat membantu pemerintah dalam mengatasi banjir di daerah.
Menurut
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana (2002) bahwa partisipasi masyarakat
merupakan proses teknis untuk memberi kesempatan dan wewenang lebih luas
kepada masyarakat, agar masyarakat mampu memecahkan berbagai persoalan
bersama-sama. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat
keikutsertaan (level of involvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut.
Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan
lebih baik dalam suatu komunitas, dengan membuka lebih banyak kesempatan
bagi masyarakat untuk memberi kontribusi sehingga implementasi kegiatan
berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan.
Partisipasi
masyarakat harus dilakukan secara terorganisasi dan terkoordinasi agar
dapat terlaksana secara efektif. Sebuah organisasi masyarakat sebaiknya
dibentuk untuk mengambil tindakan-tindakan awal dan mengatur peran
serta masyarakat dalam penanggulangan banjir. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi banjir sekaligus
mengurangi dampaknya. Organisasi masyarakat semacam ini telah dibentuk
dengan sukses di beberapa daerah di Jakarta, misalnya di Kelurahan
Bidara Cina (UNESCO,2007). Organisasi masyarakat ini akan banyak
berperan sebelum, ketika dan setelah terjadinya banjir. Peran utama
organisasi ini adalah:
• Menghimbau masyarakat untuk membentuk tim kerja yang didasarkan atas semangat gotong royong.
•
Menyatukan organisasi-organisasi, partai-partai, dan kelompok-kelompok
(ka rang taruna, PKK dan organisasi keagamaan) untuk memberikan
perhatian lebih dan berperan lebih aktif dalam menghindari banjir.
•
Menjalin hubungan yang baik dengan pihak-pihak lain seperti LSM dan
institusi pemerintahan untuk mendukung masyarakat secara menyeluruh.
•
Menerima pelatihan dari institusi pemerintahan atau LSM untuk
memperoleh pengetahuan dan kemampuan yang baik dalam menghadapi banjir
dengan efektif. Organisasi masyarakat tersebut akan menyampaikan
pengetahuan dan kemampuan yang mereka dapatkan dari pelatihan kepada
anggota masyarakat lainnya atau menerapkannya langsung.
•
Bekerjasama dengan organisasi-organisasi atau individu-individu di luar
masyarakat yang memberikan bantuan dan fasilitas-fasilitas, seperti
dapur umum, makanan, dan-lain-lain. Organisasi masyarakat ini diharapkan
mampu mengetahui kebutuhan masyarakat dan mengkoordinasikannya dalam
kegiatan terkait, sehingga menghemat dana masyarakat. Dana tersebut
dapat dipergunakan untuk kegiatan lainnya.
Organisasi masyarakat
seperti ini sangat penting untuk membangun kemampuan masyarakat dalam
mengatasi bencana seperti banjir. Dengan bantuan organisasi ini,
masyarakat dapat melakukan tindakan-tindakan penting secara
terkoordinasi pada waktu yang tepat ketika banjir. Selain itu,
masyarakat juga akan terdorong untuk bereaksi dengan cepat, efisien, dan
praktis, sehingga sumber daya masyarakat dapat digunakan secara
ekonomis. Organisasi masyarakat ini dapat berupa organisasi baru yang
sengaja dibentuk, ataupun berasal dari organisasi yang telah ada,
seperti Satgas banjir, namun tugas dan anggotanya dapat ditambah sesuai
dengan kebutuhan. Organisasi ini sebaiknya dibentuk di tingkat RW agar
dapat bekerja dengan efektif dan melayani anggota masyarakat dalam
jumlah yang tidak terlalu banyak.
Untuk mengurangi potensi dampak
buruk dari banjir secara efektif, masyarakat harus memiliki komitmen
untuk melakukan kegiatan-kegiatan penanggulangan banjir melalui tahapan
sebagai berikut:
Tahapan-tahapan dan kegiatan yang terkait
didalamnya berhubungan satu sama lain dan harus dilaksanakan secara
bertahap dan terus menerus. Kegiatan tersebut bukanlah serangkaian
kegiatan yang dimulai seketika sebelum banjir dan berakhir setelah
terjadinya banjir. Sebagai contoh:
• Persiapan untuk melakukan
tahapan tindakan gawat darurat harus disusun beberapa bulan sebelum
musim hujan. Hal ini mencakup pembentukan sistem peringatan atau
melakukan sosialisasi tentang jalur evakuasi dan lokasi tempat
pengungsian. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa penanganan dan
evakuasi korban banjir dilakukan secara efektif dan tepat waktu.
•
Kesuksesan kegiatan penanganan banjir seperti pencarian dan penyelamatan
korban (Search and Rescue atau SAR), atau pengungsian, tergantung pada
perencanaan yang hati-hati dan penerapan kegiatan kesiapsiagaan dan
mitigasi terhadap banjir.
• Dalam rehabilitasi dan rekonstruksi
setelah banjir, perhatian harus ditekankankembali kepada kesiapsiagaan
dan mitigasi banjir. Sebagai contoh, rumah-rumah sebaiknya dibangun
sebagai rumah tahan banjir dengan dan memperhaiki sistem drainase, dan
lain-lain.
UNESCO (2007) telah dapat merumuskan langkah-langkah
penanggulangan banjir secara efektif. Dalam bagian tersebut akan
dijelaskan juga tentang betapa pentingnya partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan setiap tahap.
A. SEBELUM BANJIR: Meningkatkan Kesiapsiagaan Masyarakat
Kesiapsiagaan
dalam menghadapi banjir terdiri dari kegiatan yang memungkinkan
masyarakat dan individu untuk dapat bertindak dengan cepat dan efektif
ketika terjadi banjir. Hal ini membantu masyarakat dalam membentuk dan
merencanakan tindakan apa saja yang perlu dilakukan ketika banjir.
Kesuksesan dalam penanganan dan evakuasi/pengungsian ketika banjir
sangat bergantung dari kesiapsiagaan masyarakat dan perseorangan itu
sendiri. Ketika banjir terjadi semua kegiatan akan dilakukan dalam
situasi gawat darurat di bawah kondisi yang kacau balau, sehingga
perencanaan, koordinasi dan pelatihan dengan baik sangat dibutuhkan
supaya penanganan dan evakuasi ketika banjir berlangsung dengan baik.
Beberapa tindakan kesiapsiagaan terhadap banjir adalah:
1.
Membuat pertemuan untuk membahas pengalaman banjir terakhir dan
melakukan perencanaan untuk menghadapi banjir yang akan datang
•
Pengamatan yang jeli terhadap kesuksesan dan kegagalan pelaksanaan
tindakan pada banjir terakhir sangat penting dilakukan oleh masyarakat.
Hal ini dapat dibahas dalam pertemuan masyarakat, misalnya dalam
pertemuan rutin di tingkat kelurahan. Waktu yang tepat untuk melakukan
pertemuan ini adalah 1-2 bulan sebelum musim hujan. Dalam pertemuan ini
masyarakat diharapkan dapat memberi masukan untuk merancang
tindakan-tindakan yang akan dilakukan sebelum banjir. Selain itu,
pertemuan ini sebaiknya membahas tentang pembagian tugas yang harus
disepakati bersama sehingga tidak terjadi tumpang tindih atau ada
masyarakat yang tidak terlayani.
• Pada perencanaan awal, perhatian
harus ditekankan pada orang-orang yang secara fisik, ekonomi, dan sosial
tidak mampu, misalnya anak-anak, wanita hamil dan manula.
•
Pemerintah setempat sebaiknya terlibat dalam pengamatan dan perencanaan
awal untuk menyatupadukan dukungan mereka. Orang-orang pemerintahan yang
terlibat seperti pemadam kebakaran, polisi, rumah sakit, dan lain-lain,
diharapkan dapat memberi masukan-masukan serta melakukan koordinasi
yang baik dengan masyarakat.
• Idealnya, pertemuan ini dilakukan
secara teratur di tingkat RW dan kelurahan agar semua isu-isu yang
terkait dalam banjir dapat dibahas dan disatukan sehingga pelaksanaan
semua kegiatan kesiapsiagaan dan mitigasi banjir seperti pengumpulan
sampah yang efisien, pembersihan selokan, kampanye peningkatan
kesadaran, sosialisasi sistem peringatan, pengungsian, dapat dilakukan
secara berkelanjutan. Jenis dan banyaknya kegiatan ini tergantung dari
jumlah kelompok yang ada (guru sekolah, murid, wanita, remaja, dan
lain-lain) sehingga kegiatan-kegiatan ini tidak dapat direncanakan dan
dilaksanakan hanya dari sebuah pertemuan saja.
• Pertemuan
masyarakat yang dilaksanakan secara teratur seperti Rapat Musrembang
(Musyawarah Rencana Pembangunan) sebaiknya dimanfaatkan sebagai ajang
untuk menyalurkan isu-isu banjir kepada pemerintah daerah. Koordinasi
dengan dan antar institusi pemerintahan daerah, organisasi masyarakat,
dinas-dinas terkait, dan LSM juga bisa dilaksanakan dalam pertemuan ini.
Pembuatan kalender musim sebagai landasan pelaksanaan waktu kegiatan
dapat dilakukan di dalam pertemuan ini. Kalender ini menunjukkan
kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan secara bertahap pada
bulan-bulan yang telah ditentukan. Masyarakat dapat memperoleh informasi
tentang waktu pelaksanaan dan tugas–tugas mereka dalam penanggulangan
banjir selama setahun secara berkesinambungan.
2. Pemberdayaan masyarakat
Semua
sumber daya masyarakat harus disatukan dan diatur oleh organisasi
masyarakat, termasuk kontribusi dari pemerintahan dan orang-orang di
luar masyarakat.
• Kontribusi dari masyarakat dapat berupa tenaga
kerja, waktu, ide, dan lain-lain. Sebagai contoh, masyarakat dapat
mengumpulkan beras sedikit demi sedikit setiap hari dan dikumpulkan ke
dalam sebuah gudang makanan. Beras ini dapat dijadikan stok makanan saat
banjir. Kegiatan seperti ini masih dilakukan di desa-desa yang dikenal
sebagai lumbung pangan.
• Kontribusi masyarakat dalam bentuk dana
dapat dilakukan dengan menjual tiket kegiatan olahraga atau pertunjukan,
pengumpulan sumbangan (terutama kepada perusahaan besar atau swasta
yang beroperasi secara permanen di daerah tersebut), menyewakan
fasilitas masyarakat seperti gedung pertemuan untuk kegiatan seperti
perkawinan, reuni, pameran, dan lain-lain.
• Kontribusi dari luar
masyarakat dapat bersumber dari lembaga donor dan perusahaan pribadi
yang mendukung penanggulangan bencana dan banjir berbasis masyarakat.
•
Seseorang yang dipercaya sebaiknya diangkat sebagai koordinator untuk
mengatur keuangan masyarakat, dan menjelaskan pemasukan berikut
pengeluaran kepada masyarakat umum secara teratur, jelas, dan
transparan. Orang tersebut juga harus mempertimbangkan masukan dari
masyarakat. Manajemen biaya yang baik dan transparan sangat penting
untuk menciptakan kepercayaan dari masyarakat dan rasa percaya diri di
dalam masyarakat dan donor.
3. Meningkatkan kesadaran dan pengertian masyarakat tentang penyebab banjir dan dampaknya
Tujuan
dari kegiatan ini adalah untuk menjaga agar semua anggota masyarakat
menerima informasi yang benar dan selalu siap siaga, sehingga mereka
mengetahui harus berbuat apa sebelum, ketika dan setelah banjir.
Beberapa minggu sebelum musim hujan adalah saat-saat yang penting,
karena saat inilah masyarakat sangat tertarik untuk mempersiapkan diri
menghadapi banjir. Kegiatan keagamaan dapat menjadi kesempatan yang baik
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Himbauan dan pesan-pesan yang
terkait dengan penanggulangan banjir dapat diselipkan melalui
pesan-pesan keagamaan tersebut.
4. Promosi keterlibatan masyarakat dan pertolongan diri Sendiri
Sekurang-kurangnya
satu bulan sebelum musim hujan, anggota masyarakat diminta untuk
berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan pencegahan banjir, seperti kerja
bakti membersihkan selokan, memperbaiki bantaran sungai, atau membangun
tempat pengungsian, dan lain-lain.
• Setiap rumah tangga sebaiknya
mencukupi semua kebutuhan rumah tangganya dan melakukan
persiapan-persiapan awal, misalnya menyimpan dokumen-dokumen penting di
tempat yang aman atau mempersiapkan ‘tas darurat’.
• Sebaiknya
dilakukan pencatatan untuk mendata siapa saja yang mampu bertindak
sendiri dan siapa yang tidak mampu. Pencatatan ini harus dilakukan
terutama untuk mendata kelompok rentan, yaitu orang-orang yang tidak
mampu mengungsi atau membutuhkan pertolongan ketika banjir (misalnya ibu
hamil, anak-anak TK dan sekolah atau manula). Selanjutnya harus
dipastikan agar mereka tertolong tepat waktu. Bila ada kemungkinan
banjir, walaupun kecil, kelompok rentan ini harus sudah dievakuasi
dengan bantuan warga setempat. Warga yang ditugaskan untuk melakukan
evakuasi kelompok rentan dan tempat evakuasinya telah ditentukan
terlebih dahulu.
Selain itu, sukarelawan dengan kemampuan dan
pengalaman (yang terdapat dalam masyarakat) sebaiknya didata untuk
membantu saat banjir. Daftar nama dan nomor telepon orang-orang tersebut
harus disiapkan sebagai panduan praktis saat dibutuhkan, misalnya
daftar dokter, suster, koki, supir, operator alat berat, pramuka, PMI,
dan tenaga kerja lainnya.
5. Membentuk dan memperkenalkan sistem peringatan dini
•
Langkah pertama dalam membentuk sistem peringatan dalam masyarakat
adalah dengan menganalisa sistem peringatan yang sudah ada dan membuat
perbaikanperbaikan yang dibutuhkan untuk menjamin setiap anggota
masyarakat mendapatkan peringatan.
• Sistem peringatan yang
diterapkan sebaiknya mengacu kepada tingkat peringatan seperti Siaga I,
Siaga II, Siaga III, dan Siaga IV. Pada umumnya, Siaga VI mencerminkan
situasi di mana terdapat kemungkinan terjadinya banjir. Oleh karena itu
masyarakat diharapkan untuk berjaga-jaga dan mendengarkan informasi
tentang banjir. Siaga I mencerminkan sebuah situasi di mana daerah
tersebut telah tergenang dan tindakan-tindakan responsif terhadap banjir
sedang berlangsung. Setiap tingkat peringatan ditentukan berdasarkan
tanda-tanda khusus seperti tinggi air di pintu-pintu air, tinggi air
sungai di daerah tersebut, jumlah air hujan yang turun di daerah-daerah
tertentu. Selain itu perlu ditentukan tindakan-tindakan yang perlu
dilakukan oleh masyarakat dan organisasi-organisasi yang terlibat dalam
penanggulangan banjir untuk setiap tingkat peringatan.
• Sistem
peringatan dini dapat berupa pengeras suara dari mesjid, kentongan,
memukul tiang listrik atau alat lainnya. Untuk setiap tingkat peringatan
sebaiknya terdapat kode pengeras suara yang berbeda. Hal yang
terpenting adalah melakukan sosialisasi sistem peringatan dan simulasi
pengungsian untuk menjamin bahwa anggota masyarakat mengerti bagaimana
tahap-tahap peringatan dan bagaimana harus bereaksi. Untuk setiap tahap
peringatan, reaksi masyarakat harus ditentukan dengan jelas, misalnya
kapan dan bagaimana masyarakat harus bersiapsiaga untuk evakuasi, kapan
kelompok rentan harus mulai dievakuasi, dan kapan evakuasi masyarakat
umum. Selain itu, pemilihan rute evakuasi dan tempat pengungsian harus
disebarluaskan kepada masyarakat.
• Pemeliharaan terhadap sistem
peringatan sangat penting agar alat tersebut dapat berfungsi dengan
baik. Sebaiknya ditentukan orang yang bertanggungjawab untuk
pemeliharaannya.
6. Membangun pengetahuan masyarakat dan melatih tokoh masyarakat
Pelatihan untuk masyarakat akan menambah pengetahuan dan kemampuan pesertanya untuk bertindak.
•
Pelatihan khusus sebaiknya dilakukan untuk anggota masyarakat,
pemimpin setempat, remaja dan pihak lain yang sekiranya dapat berperan
aktif dalam operasi penyelamatan dan pencarian orang-orang hilang.
Pelatihan tersebut sebaiknya dilaksanakan setiap tahun, dua bulan
sebelum musim banjir mulai.
• Pelatihan untuk masyarakat yang lebih
luas sebaiknya mencakup pelatihan bagaimana cara bertindak dan bantuan
apa saja yang dapat dilakukan pada saat situasi darurat, bagaimana
memelihara kesehatan dan kebersihan, dan bagaimana menyimpan makanan dan
menyediakan makanan ketika banjir.
• Guru-guru dapat berperan aktif
dalam meningkatkan kesadaran masyarakat di samping bertanggung jawab
untuk menjaga murid-murid. Karena itu mereka membutuhkan pelatihan
khusus untuk mengajarkan anak-anak apa yang harus dilakukan ketika
banjir dan bagaimana bereaksi dengan cepat dan tepat pada saat banjir
mulai menggenangi daerah sekolah (pengungsian cepat, pertolongan
pertama, dan lain-lain).
7. Menyiapkan tempat pengungsian
Tempat
pengungsian serbaguna sebaiknya disiapkan agar warga yang berada dalam
satu kelurahan dapat bertahan hidup dari banjir yang besar dan dalam
waktu yang cukup lama.
• Sebuah tempat pengungsian untuk banjir
idealnya harus berada di daerah yang tinggi dan berada sedekat mungkin
dengan daerah yang kemungkinan besar akan tergenang untuk mempermudah
masyarakat mencapai tempat pengungsian. Tempat tersebut sebaiknya
terdiri dari sebuah ruang terpisah untuk penyimpanan barang-barang
penting, sebuah ruangan untuk pelayanan kesehatan, untuk ibu menyusui
dan bayi, dan untuk privasi bagi wanita dan remaja yang beranjak dewasa.
Selain itu, tempat pengungsian harus memiliki air minum yang aman,
pencahayaan yang cukup, toilet dan kamar mandi, dan dapur umum. Sampah
di dalam dan di sekitar tempat pengungsian harus direncanakan dan diatur
dengan baik.
• Tempat pengungsian tersebut harus diperiksa paling
sedikit sekali dalam tiga bulan sekali dan dipelihara agar tetap dalam
kondisi yang baik. Tempat pengungsian tersebut harus memiliki sejumlah
alat-alat penting seperti alat pertolongan pertama, obat-obatan yang
belum kadaluwarsa, tenaga medis yang dapat dihubungi langsung, selimut,
air minum, makanan, bahan bakar dan lain-lain yang mencukupi.
•
Apabila terdapat bangunan sarana umum, seperti sekolah, yang terletak di
dataran yang tinggi, bangunan tersebut mungkin dapat digunakan sebagai
tempat pengungsian untuk korban banjir. Apabila dibutuhkan, bangunan
tersebut dapat direnovasi agar layak dijadikan tempat pengungsian
banjir.
• Apabila tempat pengungsian harus dibangun secara khusus,
tempat ini dapat digunakan dan disewakan untuk berbagai aktivitas sosial
dan digunakan untuk kebutuhan yang berguna saat tidak terjadi banjir,
misalnya untuk pameran, pertemuan masyarakat, pelatihan, dan lain-lain.
8. Mempersiapkan pengungsian
Pengungsian
atau evakuasi bergantung dari perencanaan yang hati-hati dan
kesiapsiagaan sebelum terjadinya banjir. Hal-hal yang harus diperhatikan
sebelum banjir, yaitu:
• Membuat dan menandai jalur pengungsian
dan tempat-tempat pengungsian, kemudian memberikan informasi tersebut
kepada masyarakat agar mereka mengetahuinya.
• Melakukan simulasi
pengungsian secara teratur, misalnya sekali dalam setahun sebelum musim
hujan, untuk seluruh masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat
memahami jalur pengungsian yang aman dan letak tempat-tempat
pengungsian.
• Membentuk dan melatih dua tim inti, yaitu tim pencarian dan penyelamatan dan tim pengungsian.
•
Menyimpan dan memelihara alat bantu pencarian, penyelamatan dan
pengungsian (misalnya perahu, tali, alat pengapung sederhana, dan
lain-lain). Organisasi masyarakat yang bertanggungjawab dalam
penanggulangan banjir sebaiknya mendata peralatan untuk menjamin
pemeliharaan dan dapat digunakan dengan mudah saat banjir melanda.
•
Membuat peta kerawanan dan kemampuan. Sebuah peta sebaiknya disiapkan
sebelum banjir untuk mendata keluarga dan individu yang sangat rentan
terhadap banjir yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk pengungsian.
Peta ini sebaiknya menjelaskan bagaimana jalur pengungsian, lokasi
pengungsian dan juga lokasi yang tidak aman untuk dilewati, misalnya
lokasi di mana air tergenang cukup dalam atau lokasi di mana ada
kemungkinan terkena arus listrik.
• Membuat suatu kesepakatan antara
anggota masyarakat sangat penting, misalnya kapan harus meninggalkan
rumah dan pergi ke tempat pengungsian, dan apa sanksinya kalau tidak
mengikuti kesepakatan. Anggota masyarakat harus mengerti apa arti setiap
tahapan peringatan (Siaga I, Siaga II, Siaga III, Siaga IV) dan
mengerti apa yang mereka harus lakukan pada setiap tahapan, misalnya:
kapan harus mempersiapkan diri untuk evakuasi, kapan harus meninggalkan
rumah langsung, dan lain-lain. Dalam kesepakatan ini, kelompok rentan
sangat penting untuk diungsikan pada tahap paling awal, karena mereka
termasuk orang-orang yang lebih berisiko daripada yang lain karena tidak
mampu bereaksi secepat orang-orang pada umumnya. Satuan tugas banjir
akan mengalami kesulitan dalam pembagian makanan dan peralatan apabila
ada warga masyarakat yang bersikeras tinggal di rumahnya. Hal ini dapat
membahayakan anggota tim satuan tugas tersebut.
• Menunjuk
koordinator yang bertanggung jawab pada daerah tertentu dan penduduk
yang tinggal di daerah tersebut, misalnya penduduk yang tinggal dalam
sebuah gang (10-20 orang): Tugas koordinator tersebut adalah untuk
memastikan semua penduduk yang berada di bawah tanggung jawab mereka
mendapatkan peringatan sedini mungkin, dapat mengungsi pada waktunya dan
mendapatkan informasi dengan baik.
B. SEBELUM BANJIR: Mitigasi Banjir dengan Bantuan Masyarakat
Banjir
tidak dapat sepenuhnya dihindari, namun masyarakat dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya banjir dan mengurangi dampaknya dengan melakukan
tindakan-tindakan seperti:
• Membersihkan selokan, got dan sungai
dari sampah dan pasir, sehingga dapat mengalirkan air keluar dari daerah
perumahan dengan maksimal.
• Membuat sistem dan tempat pembuangan sampah yang efektif untuk mencegah dibuangnya sampah ke sungai atau selokan.
•
Menambahkan katup pengaturan, drain, atau saluran by-pass untuk
mengalirkan air keluar dari perumahan. Memperkokoh bantaran sungai
dengan menanam pohon dan semak belukar, dan membuat bidang resapan di
halaman rumah yang terhubung dengan saluran drainase.
• Memindahkan
rumah, bangunan dan konstruksi lainnya dari dataran banjir sehingga
daerah tersebut dapat dimanfaatkan oleh sungai untuk mengalirkan air
yang tidak dapat ditampung dalam badan sungai saat hujan.
• Penghutanan kembali daerah tangkapan hujan sehingga air hujan dapat diserap oleh pepohonan dan semak belukar.
• Membuat daerah hijau untuk menyerap air ke dalam tanah.
•
Melakukan koordinasi dengan wilayah-wilayah lain dalam merencanakan
dan melaksanakan tindakan-tindakan untuk menghindari banjir yang dapat
juga berguna bagi masyarakat di daerah lain.
C. KETIKA BANJIR: Penanganan dan Pengungsian
Penanganan
ketika banjir adalah semua tindakan yang harus segera dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa dan melindungi harta benda ketika banjir terjadi.
Dalam tindakan darurat, waktu adalah faktor yang sangat penting karena
waktu dapat menentukan berapa nyawa manusia atau harta benda yang dapat
diselamatkan. Perencanaan yang hati-hati sebelum banjir terjadi adalah
tindakan awal yang sangat penting untuk penanganan banjir pada waktu
yang tepat dan efektif. Penanganan terhadap banjir dan tindakan
pengungsian terdiri dari:
1. Badan koordinasi yang baik
•
Mengatur komunikasi, koordinasi dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait
(anggota masyarakat, institusi pemerintahan seperti kelurahan,
organisasi-organisasi lain dari luar masyarakat yang mau memberikan
bantuan) untuk menyatukan kemampuan, peralatan, pengetahuan, dan
lain-lain.
• Mengumpulkan dan menyediakan data tentang dampak banjir
dan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan bantuan dari luar
masyarakat.
• Mengumpulkan informasi dan data bagi masyarakat seperti daftar orang terluka dan hilang.
2. Pencarian dan penyelamatan
Anggota tim pencarian dan penyelamatan meninggalkan rumah dan keluarga
mereka etika banjir dan mampu mengambil risiko bahwa mereka akan
meninggalkan keluarga mereka ang terkena dampak banjir. Oleh karena itu,
anggota keluarga dari tim tersebut harus terlatih. Selain itu,
sebaiknya ada seseorang yang bertanggung jawab atas keselamatan mereka
ketika banjir, misalnya tetangga mereka. Agar tidak membahayakan
hidupnya sendiri, anggota tim harus terlatih dengan baik (renang,
berperahu, kesehatan, dan lain-lain) dan melakukan simulasi secara terus
menerus sebelum atau pada awal musim hujan agar mereka dapat melakukan
tindakan yang tepat di saat yang tepat ketika banjir.
3. Pendataan dan tersedianya makanan darurat, tempat pengungsian, tenaga medis, dan lain – lain
Pada banjir besar yang memakan waktu yang cukup lama, kebutuhan dari
setiap keluarga harus didata dan dipenuhi secara realistis. Bahan-bahan
yang disediakan oleh pemerintah dan sumbangan LSM atau institusi yang
menawarkan bantuan lainnya sebaiknya dibagi secara adil berdasarkan
kebutuhan masyarakat. Pembagian sebaiknya didasarkan pada kepentingan
dan tingkat ekonomi dari anggota masyarakat. Pembagian ini sebaiknya
diawasi secara terus menerus oleh lembaga pemerintahan lokal. Masyarakat
yang bersikeras untuk tinggal di rumahnya harus mencari alternatif
sendiri untuk memperoleh makanan. Hal ini harus terlebih dahulu
disepakati bersama. Selama banjir dan bencana lainnya, di mana
orang-orang meninggalkan rumah dan harta benda mereka, ada risiko
terjadinya penghancuran dan perampokan. Oleh karena itu sangat penting
untuk membangun sebuah kelompok sukarelawan yang berasal dari anggota
masyarakat untuk menjaga daerah permukiman setelah masyarakat mengungsi.
4. Melindungi daerah pemukiman
Selama banjir dan bencana lainnya, di mana orang-orang meninggalkan
rumah dan harta benda mereka, ada risiko terjadinya penghancuran dan
perampokan. Oleh karena itu sangat penting untuk membangun sebuah
kelompok sukarelawan yang berasal dari anggota masyarakat untuk menjaga
daerah permukiman setelah masyarakat mengungsi.
5. Mengungsi
Prioritas utama harus diberi kepada kelompok rentan (ibu hamil,
anak-anak dan manula). Peta kerentanan dan kemampuan sangat membantu
untuk menandai lokasi kelompok ini ini. Peta tersebut juga membantu
untuk mengetahui rute pengungsian paling dekat dan paling aman.
D. SETELAH BANJIR: Rehabilitasi dan Rekonstruksi (Pemulihan)
Tujuan
dari tindakan pemulihan ini adalah untuk mendukung masyarakat untuk
kembali hidup normal dan membangun kembali lingkungan dan kehidupan
sosial mereka. Terdapat dua tindakan yang harus dilakukan, yaitu:
•
Tindakan jangka pendek dilakukan untuk mengembalikan layanan utama
kepada masyarakat dan mencukupi kebutuhan pokok masyarakat;
• Tindakan jangka panjang dilakukan untuk mengembalikan kondisi masyarakat kepada kondisi normal atau bahkan lebih baik.
Masa
pemulihan khususnya dalam memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk
tindakan mitigasi banjir seperti memastikan bahwa rumah-rumah baru
terhubung dengan sistem saluran drainase atau tidak membangun apapun
pada daerah dataran banjir. Kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi
apabila masyarakat tersebut mau berperan aktif dalam pemulihan karena
hanya masyarakat itu sendirilah yang paling mengetahui apa yang mereka
butuhkan dan apa yang tidak dibutuhkan. Anggota masyarakat terlibat
langsung dalam rehabilitasi dan rekonstruksi dapat juga membantu
mengurangi stress, trauma, dan depresi, karena mereka tetap aktif dan
bekerja untuk mencapai kondisi yang lebih baik.
Tindakan rehabilitasi dan rekonstruksi meliputi:
1. Analisis kerusakan dan kebutuhan
Peran
serta masyarakat sangat penting dalam mendata kerusakan dan kebutuhan
untuk menghindari terlupakannya hal-hal penting, data kerusakan
dannkebutuhan tersebut harus lengkap dan jelas agar dapat disampaikan
kepada organisasi, lembaga, dan institusi pemerintah yang mau memberikan
bantuan.
2. Pembangunan gedung dan infrastruktur
Pembangunan
kembali gedung, sarana-prasarana umum harus mengacu kepada tindakan
kesiapsiagaan dan mitigasi banjir, agar dampak banjir berikutnya dapat
ditekan sekecil mungkin. Sebagai contoh, pembangunan kembali rumah-rumah
sebaiknya dibangun di lokasi yang lebih aman dan bukan di bantaran
sungai. Pembangunan selokan yang tertutup dan pembuatan tempat sampah di
lokasi yang strategis adalah salah satu tindakan mitigasi untuk
memastikan sampah tidak dibuang lagi ke selokan atau sungai.
3. Melakukan pendekatan terhadap lembaga donor dan organisasi lain yang mau membantu
•
Untuk mengajukan permohonan bantuan, kebutuhan masyarakat harus didata
terlebih dahulu dan situasi masyarakat harus dijelaskan dengan baik.
• Bantuan dapat diperoleh dari institusi pemerintahan, lembaga donor atau dari perusahaan swasta dan perseorangan.
•
Permohonan bantuan juga dapat diajukan kepada anggota masyarakat,
daerah sekitar, atau perusahaan swasta. Media massa (televisi, radio,
surat kabar, dan lain-lain) dapat dihubungi untuk membantu menyampaikan
kebutuhan masyarakat kepada khalayak ramai di luar masyarakat.
•
Perlu dipertimbangkan, bahwa lembaga donor dan organisasi lain yang
memberikan bantuan memiliki kriteria dan proses yang berbeda-beda dalam
pemberian jenis bantuan atau pendampingan. Organisasi-organisasi ini
biasanya bekerja dengan masyarakat melalui lembaga pemerintahan, LSM
atau organisasi masyarakat. Karena itu, pembentukan suatu organisasi
masyarakat sangat penting. Organisasi ini diharapkan bisa melakukan
pendekatan kepada lembaga donor, mengumpulkan prasyarat atau menjalankan
prosedur awal yang dibutuhkan, dan mengumpulkan data yang dibutuhkan
untuk mendapatkan bantuan. Proposal harus dibuat secara sistematis,
mudah dimengerti dan memiliki informasi yang cukup sebagai dasar
pertimbangan. Selain itu, sebaiknya organisasi masyarakat tersebut
memiliki tokoh yang mampu menjelaskan kepada calon pemberi bantuan
tentang proposal tersebut. Setelah pemberian proposal, tokoh tersebut
sebaiknya memastikan adanya tindak lanjut dari proposal tersebut.
4. Kerjasama dengan media massa
Media
massa dapat membantu masyarakat yang terkena banjir untuk menyebarkan
informasi tentang pengalaman, kondisi dan kebutuhan mereka kepada
khalayak ramai dan meminta bantuan untuk pembangunan kembali.
Kesempatan ini sebaiknya dimanfaatkan oleh masyarakat dengan menjelaskan
sebaik-baiknya tentang situasi dan kebutuhan mereka. Masyarakat
sebaiknya menunjuk seorang juru bicara untuk mewakili masyarakat dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh wartawan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Beberapa faktor penyebab banjir di Jakarta dan sekitarnya lebih disebabkan oleh kegiatan manusia, antara lain:
•
Pembangunan perumahan dan komersil di sekitar bantaran sungai
menyebabkan aliran sungai dan kanal terhambat misalnya oleh
bangunan-bangunan seperti jembatan atau pipa;
• Cara pengangkutan
dan pengelolaan sampah yang kurang tepat, dan kebiasaan orang membuang
sampah sembarangan menyebabkan penimbunan sampah di sungai-sungai;
• Tidak tertatanya saluran drainase yang berfungsi untuk menyalurkan air hujan dan mengalirkannya keluar daerah hunian;
• Kurangnya lahan hijau untuk menyerap air hujan dan penebangan hutan di Bogor dan Puncak yang merusak daerah tangkapan hujan.
2. Apabila banjir terjadi, maka dampak yang timbul akibat banjir yaitu:
• Dampak fisik adalah kerusakan pada sarana-sarana umum, kantor-kantor pelayanan publik yang disebabkan oleh banjir.
•
Dampak sosial mencakup kematian, risiko kesehatan, trauma mental,
menurunnya perekonomian, terganggunya kegiatan pendidikan (anak-anak
tidak dapat pergi ke sekolah), terganggunya aktivitas kantor pelayanan
publik, kekurangan makanan, energi, air , dan kebutuhan-kebutuhan dasar
lainnya.
• Dampak ekonomi mencakup kehilangan materi, gangguan
kegiatan ekonomi (orang tidak dapat pergi kerja, terlambat bekerja, atau
transportasi komoditas terhambat, dan lain-lain).
• Dampak
lingkungan mencakup pencemaran air (oleh bahan pencemar yang dibawa oleh
banjir) atau tumbuhan disekitar sungai yang rusak akibat terbawa
banjir.
3. Tindakan cepat dan terkoordinasi (yang telah direncanakan
secara berhati-hati sebelumnya) ditambah dengan pengetahuan yang baik
tentang masyarakat dan lingkungan adalah hal terpenting dalam mengurangi
dampak banjir pada masyarakat, harta benda dan lingkungan.
4.
Penanggulangan banjir tentu saja membutuhkan partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat harus dilakukan secara terorganisasi dan
terkoordinasi agar dapat terlaksana secara efektif. Sebuah organisasi
masyarakat sebaiknya dibentuk untuk mengambil tindakan-tindakan awal dan
mengatur peran serta masyarakat dalam penanggulangan banjir.
Penanggulangan banjir dilakukan secara bertahap, dari pencegahan sebelum
banjir penanganan saat banjir , dan pemulihan setelah banjir. Tahapan
tersebut berada dalam suatu siklus kegiatan penanggulangan banjir yang
berkesinambungan, Kegiatan penanggulangan banjir mengikuti suatu siklus
(life cycle), yang dimulai dari banjir, kemudian mengkajinya sebagai
masukan untuk pencegahan sebelum bencana banjir terjadi kembali.
Pencegahan dilakukan secara menyeluruh, berupa kegiatan fisik seperti
pembangunan pengendali banjir di wilayah sungai sampai wilayah dataran
banjir dan kegiatan non-fisik seperti pengelolaan tata guna lahan
sampai sistem peringatan dini bencana banjir
B. Kritik dan Saran
Berdasarkan
temuan lapangan di wilayah banjir oleh BAPPENAS menunjukkan bahwa
partisipasi masyarakat lebih didorong oleh semangat kesetiakawanan dalam
bermasyarakat, bukan merupakan resultant upaya pemerintah untuk
menggalangnya. Mencermati partisipasi masyarakat pada tahap siklus
banjir, ternyata tidak dapat disamaratakan. Pada tahap tertentu
partisipasinya sangat besar dan begitu dominan. Sementara pada tahap
lain sulit ditemukan, bahkan tidak ada. Perlu dianalisis lebih jauh
untuk menemukenali jenis dan tingkat partisipasi masyarakat pada
kelompok-kelompok kegiatan penanggulangan banjir.
Dari kejadian banjir dapat diambil pelajaran antara lain :
PELAJARAN
PERTAMA – KESIAPAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAH. Masyarakat, Pemerintah
Daerah dan Pemerintahan Pusat hanya terfokus dalam kesiapan terhadap
banjir rutin tetapi tidak untuk banjir yang berpotensi besar.
PELAJARAN
KEDUA – KOORDINASI. Musibah banjir yang lalu memberi pelajaran kepada
kita bahwa koordinasi bukan sesuatu yang mudah. Koordinasi tidak dapat
diciptakan secara tiba-tiba atau instan seperti kita membuat supermi.
Koordinasi rupanya sangat dipengaruhi oleh kedekatan kita satu sama
lain. Kedekatan itu tentu saja harus dibina dalam keseharian kita –
dalam kehidupan kita selagi tidak ada musibah!
PELAJARAN KETIGA –
HUBUNGAN ANTAR-MASYARAKAT. Terjadinya hubungan yang tidak saling
mengenal antara masyarakat, pemerintah maupun swasta. Beberapa bahkan
saling curiga. Hal ini tentu tidak akan terjadi apabila kita telah
membina hubungan di antara kita – dalam keseharian kita. Hubungan
pribadi yang akrab, yang tulus, yang tidak dicemari rasa curiga, akan
membawa kita kepada kesatuan geraklangkah. Itu tentu akan memuluskan
koordinasi dalam segala upaya kerjasama kita.
PELAJARAN KEEMPAT –
SUMBER DAYA. Ini memang sangat berkait dengan kesiapan kita. Karena kita
mengira bahwa banjir yang akan muncul adalah “banjir biasa”, maka
persiapan sumber daya kita terkesan kurang (walaupun kita merasa sudah
benar-benar siap). Perlu kerjasama sejumlah sarana kesehatan di wilayah
yang tidak terkena banjir dengan wilayah bencana. Tenaga kesehatan
yang dapat bergerak cepat ternyata menjadi sangat penting. Dalam hal ini
keberadaan Brigade Siaga Bencana sungguh sangat membantu. Pada saat
banjir melanda, sarana penjernih air yang praktis seperti PAC dan
Aquatab sungguh sangat membantu. Pada periode pasca banjir, kegiatan
lisolisasi dan kaporitisasi sangat membantu menciptakan lingkungan yang
sehat. Untuk itu, persediaan lisol dan kaporit seharusnya kita siapkan
dalam jumlah yang mencukupi. Demikian pula tenaga ahli dan peralatan
yang diperlukan. Kesemuanya itu ternyata menuntut adanya alokasi dana
khusus yang jumlahnya memadai, proses pencairannya tidak memakan waktu
lama, dan prosedur penggunaannya tidak berbelit-belit.
PELAJARAN
KELIMA – ANTISIPASI MASALAH. Mungkin kita perlu lebih serius mengupas
dampak kesehatan dari bencana banjir. Dengan begitu kita jadi mengetahui
masalah apa saja yang bakal atau mungkin muncul.
cara menanggulangi banjir
Kamis, 23 Februari 2012
LATAR BELAKANG MASALAH CRA MENANGGULANGI BANJIR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banjir yang terjadi belakangan ini sudah merupakan hal yang tiap waktu terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Seperti banjir di Ibu Kota Jakarta yang tiap tahun terjadi ketika musim penghujan tiba, khususnya di bulan Januari sampai bulan Februari. Masih hangat dalam ingatan kita kejadian banjir besar pada tahun 2002 yang menenggelamkan 40 % wilayah Jakarta dan tahun 2007 yang menenggelamkan 60 persen wilayahnya. Hujan yang turun di wilayah Jabodetabek serta di wilayah hulu (misalnya daerah Cibodas) dengan curah yang tinggi sejak 1 Februari 2007 selama tiga hari berturut–turut, bahkan berlanjut hingga satu minggu, telah menyebabkan bencana banjir yang melanda sebagian besar wilayah Jabodetabek.
Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup berarti. Selain kejadian ini mengakibatkan kerusakan infrastruktur dan menghambat roda perekonomian juga terganggunya kelancaran transportasi maupun aktivitas masyarakat, antara lain kegiatan belajar-mengajar dan bekerja. Menjadi suatu pertanyaan bagi kita bagaimana bencana banjir tersebut terjadi apa penyebabnya, apakah karena manusia atau karena alam.
Sebenarnya banjir merupakan peristiwa yang alami pada daerah dataran banjir, mengapa bisa dikatakan alamiah? Karena dataran banjir terbentuk akibat dari perisiwa banjir. Dataran banjir merupakan daerah yang terbentuk akibat dari sedimentasi (pengendapan) banjir. Saat banjir terjadi, tidak hanya air yang di bawa tapi juga tanah-tanah yang berasal dari hilir aliran sungai. Dataran banjir biasanya terbentuk di daerah pertenuan-pertemuan sungai. Akibat dari peristiwa sedimentasi ini, dataran banjir merupakan daerah yang subur bagi pertanian, mempunyai air tanah yang dangkal sehingga cocok sekali bagi pemukiman dan perkotaan.
Ini faktor penyebab yang alami, sedangkan faktor penyebab yang tidak alami atau akibat dari perubahan ada dua faktor. Pertama itu perubahan lingkungan yang didalamnya ada perubahan iklim, perubahan geomorfologi, perubahan geologi dan perubahan tata ruang. Dan kedua adalah perubahan dari masyarakat itu sendiri.
Pada makalah ini penulis mencoba menjabarkan apa pengertian dari banjir, faktor penyebab, dampaknya serta bagaimana cara penanggulangan banjir. Dikarenakan terdapat beberapa faktor penyebab banjir, masih kurangnya informasi dampak serta bagaimana cara penanggulangan banjir maka dalam makalah ini penulis mencoba membatasi masalah pada materi faktor penyebab banjir diperkotaan khususnya wilayah Jakarta dan sekitarnya, dampak banjir dan cara penanggulangan banjir yang efektif.
B. Identifikasi Masalah
Banjir adalah suatu kejadian dimana air menggenangi suatu daerah, baik volume air yang sedikit maupun sangat banyak. Bahkan suatu daerah dapat menghilang akibat terjadi banjir. Menurut SK SNI M-18-1989-F (1989) dalam www.mbojo.wordpress.com, banjir adalah aliran yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur sungai atau saluran. Menurut ahli hidrologi banjir-banjir di Indonesia dibagi menjadi 3 jenis:
1. Akibat dari peluapan sungai, biasanya terjadi akibat dari sungai tidak mampu lagi menampung aliran air yang ada disungai itu akibat debit airnya sudah melebihi kapasitas. Akibatnya air itu akan meluap keluar dari sungai dan biasanya merupakan daerah dataran banjir. Bila curah hujan tinggi dan sistem DAS dari sungai tersebut rusak, maka luapan airnya akan terjadi di hilir sungai.
2. Banjir lokal. Banjir ini merupakan banjir yang terjadi akibat air yang berlebihan di tempat tersebut. Pada saat curah hujan tinggi dilokasi setempat dimana kondisi tanah dilokasi tersebut sulit dalam melakukan penyerapan air, maka kemungkinan terjadinya banjir lokal akan sangat tinggi sekali.
3. Banjir akibat pasang surut air laut. Saat air pasang, ketinggian permukaan air laut akan meningkat, otomatis aliran air di bagian muara sungai akan lebih lambat dibandingkan pada saat laut surut. Selain melambat, bila aliran air sungai sudah melebihi kapasitasnya (ditempat yang datar atau cekungan) maka air tersebut akan menyebar ke segala arah dan terjadilah banjir.
Berdasarkan pantauan UNESCO (2007) besarnya banjir dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
• Jumlah air (hujan), luas daerah, dan periode waktu terjadinya hujan.
Di daerah tangkapan hujan yang relatif kecil, hujan singkat tetapi deras telah dapat meningkatkan risiko banjir. Sedangkan di daerah tangkapan hujan yang relatif besar, risiko banjir lebih rendah. Risiko banjir dapat meningkat apabila hujan tersebut turun dalam periode waktu yang cukup lama. Namun hujan yang sangat deras atau sangat lama tidak selalu menyebabkan banjir karena sebagian air hujan mungkin menguap, terserap ke dalam tanah, atau mengalir di atas tanah.
• Kemampuan tanah untuk menahan air.
Hujan yang jatuh di atas tanah dapat diserap dan mengalir di dalam tanah melalui lapisan-lapisan tanah sampai ke kedalaman tertentu di mana tanah akan dipenuhi oleh air tanah (muka air tanah). Selain itu, air hujan juga dapat diserap oleh tumbuhan dan mengembalikannya ke udara dalam bentuk uap air. Proses ini disebut proses transpirasi.
Perubahan lingkungan tidak bisa kita pungkiri, dengan semakin meningkatnya populasi manusia telah menyebabkan semakin terdesaknya kondisi lingkungan. Yang paling hangat dibicarakan belakangan ini yaitu terjadinya pemanasan global, selain itu kita juga sudah merubah penggunaan lahan yang merupakan perubahan lingkungan yang berakibat pada berkurangnya tutupan lahan. Semakin lama jumlah vegetasi semakin berkurang, khususnya di daerah perkotaan. Berdasarkan penelitian Diarniti (2007) dalam www.mbojo.wordpress.com jumlah vegetasi di Denpasar pada tahun 1994 adalah 45.31% dan pada tahun 17.86% yaitu berkurang 27.45%
Akibat pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan pada pola iklim yang akhirnya merubah pola curah hujan, yang mengakibatkan sewaktu-waktu hujan bisa sangat tinggi intensitasnya dan kadang sangat rendah. Banjir yang terjadi di Jakarta tahun 2002, Juni 2004 dan Februari 2007 bertepatan dengan fenomena La Nina dan MJO (Madden-Julian oscillation), kedua fenomena tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan curah hujan diatas normal. Memang, berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut bukan hanya faktor iklim yang menyebabkan terjadinya banjir, tetapi juga disebabkan perubahan penggunaan lahan dan penyempitan drainase (sungai).
Perubahan penggunaan lahan dan otomatis juga terjadi perubahan tutupan lahan (penggunaan lahan itu ada pemukiman, sawah, tegalan, ladang dan lain-lain sedangkan tutupan lahan itu vegetasi yang tumbuh di atas permukaan bumi) meyebabkan semakin tingginya aliran permukaan. Aliran permukaan terjadi apabila curah hujan telah melampaui laju infiltrasi tanah. Menurut Castro (1959) dalam www.mbojo.wordpress.com tingkat aliran permukaan pada hutan adalah 2,5%, tanaman kopi 3%, rumput 18% sedangkan tanah kosong sekitar 60%. Sedangkan berdasarkan penelitian Onrizal (2005) dalam www.mbojo.wordpress.com di DAS Ciwulan, penebangan hutan menyebabkan terjadinya kenaikan aliran permukaan sebesar 624 mm/th. Itu baru perhitungan yang dilakukan pada daerah hutan yang ditebang dimana masih ada tanah yang bisa meresapkan air, terus seandainya kalau tanah-tanah sudah tetutup beton pasti lebih tinggi lagi permukaannya.
Kembali ke hutan yang dugunakan sebagai sampel apabila tidak ada vegetasi dan pengaruhnya terhadap aliran permukaan dari debit sungai. Onrizal (2005) dalam www.mbojo.wordpress.com juga mengungkapkan bahwa penebangan hutan menyebabkan berkurangnya air tanah rata-rata sebesar 53,2 mm/bln. Sedangkan kemampuan peresapan air pada DAS berhutan lebih besar 24,9 mm/bln dibandingkan dengan DAS tidak berhutan. Selain itu hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa apabila tanaman dibawah pohon hutan itu hilang akan menyebabkan perningkatan aliran permukaan yang mencapai 6,7 m3/ha/bln. Hasil penelitian Brujnzeel (1982) dalam Onrizal (2005) yang dilakukan pada areal DAS Kali Mondoh pada tanaman hutan memperlihatkan bahwa debit sungai pada bulan Mei, Juli, Agustus, dan September lebih tinggi dari curah hujan yang terjadi pada saat bulan-bulan tersebut, hal ini membuktikan bahwa vegetasi sebagai pengatur tata air bahwa dimana pada saat hujan tanaman membantu proses infiltrasi sehingga air disimpan sebagai air bawah tanah dan dikeluarkan saat musim kemarau. Menurut Suroso dan Santoso (2006) dalam www.mbojo.wordpress.com perubahan penggunaan lahan sangat berpengaruh terhadap peningkatan debit sungai.
Hasil penelitian Fakhrudin (2003) dalam www.mbojo.wordpress.com menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 1990-1996 akan meningkatkan debit puncak dari 280 m3/det menjadi 383 m3/det, dan juga meningkatkan persentase hujan menjadi direct run-off dari 53% menjadi 63%. Dalam makalah yang sama Yuwono (2005) dalam www.mbojo.wordpress.com juga mengungkapkan pengurangan luas hutan dari 36% menjari 25%, 15% dan 0% akan menaikkan puncak banjir berturut-turut 12,7%, 58,7%, dan 90,4%.
Bila dihubungkan dengan erosi dan sedimentasi saat terjadi perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi tegalan, maka kemungkinan erosi akan semakin tinggi. Menurut Yuwono (2005) dalam (www.mbojo.wordpress.com) pengurangan luas hutan dari 36% menjadi 25%, 15% dan 0% akan meningkatkan laju erosi sebesar 10%, 60% dan 90%. Akibat dari erosi ini tanah menjadi padat, proses infiltrasi terganggu, banyak lapisan atas tanah yang hilang dan terangkut ke tempat-tempat yang lebih rendah, tanah yang hilang dan terangkut inilah yang menjadi sedimentasi yang dapat mendangkalkan waduk-waduk, bendungan-bendungan, dan sungai-sungai. Setelah terjadi seperti itu, kapasitas daya tampung dari saluran irigasi tersebut mendaji lebih kecil yang akhirnya dapat menyebabkan banjir walaupun dalam kondisi curah hujan normal. Menurut Priatna (2001) dalam www.mbojo.wordpress.com kerusakan tanah akibat terjadinya erosi dapat menyebabkan bahaya banjir pada musim hujan, pendangkalan sungai atau waduk-waduk serta makin meluasnya lahan-lahan kritis.
Pada kondisi tertentu, banjir bandang yang disebabkan oleh hujan yang sangat deras dan biasanya diiringi dengan badai dapat terjadi. Hujan yang jatuh di daerah yang lebih tinggi mengalir dengan cepat ke daerah yang lebih rendah sehingga tidak sempat terserap oleh tanah. Banjir ini terjadi sangat cepat (kurang dari 6 jam) di daerah yang relatif lebih rendah. Pembangunan dan perubahan lingkungan pada daerah tangkapan hujan, khususnya pada dataran banjir menyebabkan terganggunya proses alamiah banjir dan menyebabkan banjir yang berbahaya dan merusak.
Banjir yang besar memiliki dampak-dampak yang tidak diinginkan antara lain dampak fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan.
• Dampak fisik adalah kerusakan pada sarana-sarana umum, kantor-kantor pelayanan publik yang disebabkan oleh banjir.
• Dampak sosial mencakup kematian, risiko kesehatan, trauma mental, menurunnya perekonomian, terganggunya kegiatan pendidikan (anak-anak tidak dapat pergi ke sekolah), terganggunya aktivitas kantor pelayanan publik, kekurangan makanan, energi, air , dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya.
• Dampak ekonomi mencakup kehilangan materi, gangguan kegiatan ekonomi (orang tidak dapat pergi kerja, terlambat bekerja, atau transportasi komoditas terhambat, dan lain-lain).
• Dampak lingkungan mencakup pencemaran air (oleh bahan pencemar yang dibawa oleh banjir) atau tumbuhan disekitar sungai yang rusak akibat terbawa banjir.
Terjadinya serangkaian banjir dalam waktu relatif pendek dan terulang tiap tahun, menuntut upaya lebih besar mengantisipasinya, sehingga kerugian dapat diminimalkan. Berbagai upaya pemerintah yang bersifat struktural, ternyata belum sepenuhnya mampu menanggulangi masalah banjir di Indonesia. Penanggulangan banjir, selama ini lebih terfokus pada penyediaan bangunan fisik pengendali banjir untuk mengurangi dampak bencana.
Selain itu, meskipun kebijakan non fisik --yang umumnya mencakup partisipasi masyarakat-- dalam penanggulangan banjir sudah dibuat, namun belum diimplementasikan secara baik, bahkan tidak sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga efektifitasnya dipertanyakan. Kebijakan sektoral, sentralistik, dan top-down tanpa melibatkan masyarakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan global yang menuntut desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi stakeholder, terutama masyarakat yang terkena bencana. Pertanyaannya adalah siapa yang disebut masyarakat? Seberapa jauh masyarakat dapat berpartisipasi? Dan pada tahapan mana masyarakat dapat berpartisipasi? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, harus menjadi pertimbangan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir.
C. Pembatasan Masalah
Faktor penyebab banjir dapat disebabkan secara alami juga dikarenakan oleh perubahan. Didaerah perkotaan dominan penyebab banjir adalah akibat dari kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam. Degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya juga dapat disebabkan akibat tindakan manusia.
Banjir bukan hanya menyebabkan sawah tergenang sehingga tidak dapat dipanen dan meluluhlantakkan perumahan dan permukiman, tetapi juga merusak fasilitas pelayanan sosial ekonomi masyarakat dan prasarana publik , bahkan menelan korban jiwa baik di pedesaan maupun diperkotaan. Kerugian semakin besar jika kegiatan ekonomi dan pemerintahan terganggu, bahkan terhenti. Meskipun partisipasi masyarakat dalam rangka penanggulangan banjir sangat nyata. terutama pada aktivitas tanggap darurat, namun banjir menyebabkan tambahan beban keuangan negara, terutama untuk merehabilitasi dan memulihkan fungsi prasarana publik yang rusak.
Banjir tidak sepenuhnya dapat dihindari. Perlindungan total terhadap banjir adalah sesuatu yang tidak mungkin namun dampak banjir dapat dikurangi. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menyikapi kemungkinan terjadinya banjir secara efektif di daerah perkotaan dan bagaimana mengatasi ketidakpastian. Untuk itu perlu dicermati suatu tatanan dan kebijakan dalam penanggulangan banjir dengan perencanaan dalam kesiapsiagaan dan tanggap darurat melalui penanggulangan banjir berbasis masyarakat dapat mengurangi potensi dampak banjir terhadap masyarakat, lingkungan dan ekonomi.
D. Perumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan banjir dapat terjadi di daerah perkotaan?
2. Dampak yang timbul akibat banjir?
3. Bagaimana cara untuk penanggulangan banjir yang efektif?
E. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
(1) Memberi pengetahuan dan wawasan mengenai banjir, faktor penyebab, serta cara penanggulangan banjir kepada masyarakat awam pada umumnya dan kaum intelektual (mahasiswa) pada khususnya.
(2) Memberi masukan tindakan apa saja dan bagaimana tujuan dari penanggulangan banjir berbasis masyarakat
F. Manfaat Penulisan
Pembaca dapat memahami sebab dan akibat banjir sehingga dapat tergerak menindaklanjuti penanggulangannya untuk mengurangi resiko yang dapat terjadi.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banjir yang terjadi belakangan ini sudah merupakan hal yang tiap waktu terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Seperti banjir di Ibu Kota Jakarta yang tiap tahun terjadi ketika musim penghujan tiba, khususnya di bulan Januari sampai bulan Februari. Masih hangat dalam ingatan kita kejadian banjir besar pada tahun 2002 yang menenggelamkan 40 % wilayah Jakarta dan tahun 2007 yang menenggelamkan 60 persen wilayahnya. Hujan yang turun di wilayah Jabodetabek serta di wilayah hulu (misalnya daerah Cibodas) dengan curah yang tinggi sejak 1 Februari 2007 selama tiga hari berturut–turut, bahkan berlanjut hingga satu minggu, telah menyebabkan bencana banjir yang melanda sebagian besar wilayah Jabodetabek.
Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup berarti. Selain kejadian ini mengakibatkan kerusakan infrastruktur dan menghambat roda perekonomian juga terganggunya kelancaran transportasi maupun aktivitas masyarakat, antara lain kegiatan belajar-mengajar dan bekerja. Menjadi suatu pertanyaan bagi kita bagaimana bencana banjir tersebut terjadi apa penyebabnya, apakah karena manusia atau karena alam.
Sebenarnya banjir merupakan peristiwa yang alami pada daerah dataran banjir, mengapa bisa dikatakan alamiah? Karena dataran banjir terbentuk akibat dari perisiwa banjir. Dataran banjir merupakan daerah yang terbentuk akibat dari sedimentasi (pengendapan) banjir. Saat banjir terjadi, tidak hanya air yang di bawa tapi juga tanah-tanah yang berasal dari hilir aliran sungai. Dataran banjir biasanya terbentuk di daerah pertenuan-pertemuan sungai. Akibat dari peristiwa sedimentasi ini, dataran banjir merupakan daerah yang subur bagi pertanian, mempunyai air tanah yang dangkal sehingga cocok sekali bagi pemukiman dan perkotaan.
Ini faktor penyebab yang alami, sedangkan faktor penyebab yang tidak alami atau akibat dari perubahan ada dua faktor. Pertama itu perubahan lingkungan yang didalamnya ada perubahan iklim, perubahan geomorfologi, perubahan geologi dan perubahan tata ruang. Dan kedua adalah perubahan dari masyarakat itu sendiri.
Pada makalah ini penulis mencoba menjabarkan apa pengertian dari banjir, faktor penyebab, dampaknya serta bagaimana cara penanggulangan banjir. Dikarenakan terdapat beberapa faktor penyebab banjir, masih kurangnya informasi dampak serta bagaimana cara penanggulangan banjir maka dalam makalah ini penulis mencoba membatasi masalah pada materi faktor penyebab banjir diperkotaan khususnya wilayah Jakarta dan sekitarnya, dampak banjir dan cara penanggulangan banjir yang efektif.
B. Identifikasi Masalah
Banjir adalah suatu kejadian dimana air menggenangi suatu daerah, baik volume air yang sedikit maupun sangat banyak. Bahkan suatu daerah dapat menghilang akibat terjadi banjir. Menurut SK SNI M-18-1989-F (1989) dalam www.mbojo.wordpress.com, banjir adalah aliran yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur sungai atau saluran. Menurut ahli hidrologi banjir-banjir di Indonesia dibagi menjadi 3 jenis:
1. Akibat dari peluapan sungai, biasanya terjadi akibat dari sungai tidak mampu lagi menampung aliran air yang ada disungai itu akibat debit airnya sudah melebihi kapasitas. Akibatnya air itu akan meluap keluar dari sungai dan biasanya merupakan daerah dataran banjir. Bila curah hujan tinggi dan sistem DAS dari sungai tersebut rusak, maka luapan airnya akan terjadi di hilir sungai.
2. Banjir lokal. Banjir ini merupakan banjir yang terjadi akibat air yang berlebihan di tempat tersebut. Pada saat curah hujan tinggi dilokasi setempat dimana kondisi tanah dilokasi tersebut sulit dalam melakukan penyerapan air, maka kemungkinan terjadinya banjir lokal akan sangat tinggi sekali.
3. Banjir akibat pasang surut air laut. Saat air pasang, ketinggian permukaan air laut akan meningkat, otomatis aliran air di bagian muara sungai akan lebih lambat dibandingkan pada saat laut surut. Selain melambat, bila aliran air sungai sudah melebihi kapasitasnya (ditempat yang datar atau cekungan) maka air tersebut akan menyebar ke segala arah dan terjadilah banjir.
Berdasarkan pantauan UNESCO (2007) besarnya banjir dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
• Jumlah air (hujan), luas daerah, dan periode waktu terjadinya hujan.
Di daerah tangkapan hujan yang relatif kecil, hujan singkat tetapi deras telah dapat meningkatkan risiko banjir. Sedangkan di daerah tangkapan hujan yang relatif besar, risiko banjir lebih rendah. Risiko banjir dapat meningkat apabila hujan tersebut turun dalam periode waktu yang cukup lama. Namun hujan yang sangat deras atau sangat lama tidak selalu menyebabkan banjir karena sebagian air hujan mungkin menguap, terserap ke dalam tanah, atau mengalir di atas tanah.
• Kemampuan tanah untuk menahan air.
Hujan yang jatuh di atas tanah dapat diserap dan mengalir di dalam tanah melalui lapisan-lapisan tanah sampai ke kedalaman tertentu di mana tanah akan dipenuhi oleh air tanah (muka air tanah). Selain itu, air hujan juga dapat diserap oleh tumbuhan dan mengembalikannya ke udara dalam bentuk uap air. Proses ini disebut proses transpirasi.
Perubahan lingkungan tidak bisa kita pungkiri, dengan semakin meningkatnya populasi manusia telah menyebabkan semakin terdesaknya kondisi lingkungan. Yang paling hangat dibicarakan belakangan ini yaitu terjadinya pemanasan global, selain itu kita juga sudah merubah penggunaan lahan yang merupakan perubahan lingkungan yang berakibat pada berkurangnya tutupan lahan. Semakin lama jumlah vegetasi semakin berkurang, khususnya di daerah perkotaan. Berdasarkan penelitian Diarniti (2007) dalam www.mbojo.wordpress.com jumlah vegetasi di Denpasar pada tahun 1994 adalah 45.31% dan pada tahun 17.86% yaitu berkurang 27.45%
Akibat pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan pada pola iklim yang akhirnya merubah pola curah hujan, yang mengakibatkan sewaktu-waktu hujan bisa sangat tinggi intensitasnya dan kadang sangat rendah. Banjir yang terjadi di Jakarta tahun 2002, Juni 2004 dan Februari 2007 bertepatan dengan fenomena La Nina dan MJO (Madden-Julian oscillation), kedua fenomena tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan curah hujan diatas normal. Memang, berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut bukan hanya faktor iklim yang menyebabkan terjadinya banjir, tetapi juga disebabkan perubahan penggunaan lahan dan penyempitan drainase (sungai).
Perubahan penggunaan lahan dan otomatis juga terjadi perubahan tutupan lahan (penggunaan lahan itu ada pemukiman, sawah, tegalan, ladang dan lain-lain sedangkan tutupan lahan itu vegetasi yang tumbuh di atas permukaan bumi) meyebabkan semakin tingginya aliran permukaan. Aliran permukaan terjadi apabila curah hujan telah melampaui laju infiltrasi tanah. Menurut Castro (1959) dalam www.mbojo.wordpress.com tingkat aliran permukaan pada hutan adalah 2,5%, tanaman kopi 3%, rumput 18% sedangkan tanah kosong sekitar 60%. Sedangkan berdasarkan penelitian Onrizal (2005) dalam www.mbojo.wordpress.com di DAS Ciwulan, penebangan hutan menyebabkan terjadinya kenaikan aliran permukaan sebesar 624 mm/th. Itu baru perhitungan yang dilakukan pada daerah hutan yang ditebang dimana masih ada tanah yang bisa meresapkan air, terus seandainya kalau tanah-tanah sudah tetutup beton pasti lebih tinggi lagi permukaannya.
Kembali ke hutan yang dugunakan sebagai sampel apabila tidak ada vegetasi dan pengaruhnya terhadap aliran permukaan dari debit sungai. Onrizal (2005) dalam www.mbojo.wordpress.com juga mengungkapkan bahwa penebangan hutan menyebabkan berkurangnya air tanah rata-rata sebesar 53,2 mm/bln. Sedangkan kemampuan peresapan air pada DAS berhutan lebih besar 24,9 mm/bln dibandingkan dengan DAS tidak berhutan. Selain itu hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa apabila tanaman dibawah pohon hutan itu hilang akan menyebabkan perningkatan aliran permukaan yang mencapai 6,7 m3/ha/bln. Hasil penelitian Brujnzeel (1982) dalam Onrizal (2005) yang dilakukan pada areal DAS Kali Mondoh pada tanaman hutan memperlihatkan bahwa debit sungai pada bulan Mei, Juli, Agustus, dan September lebih tinggi dari curah hujan yang terjadi pada saat bulan-bulan tersebut, hal ini membuktikan bahwa vegetasi sebagai pengatur tata air bahwa dimana pada saat hujan tanaman membantu proses infiltrasi sehingga air disimpan sebagai air bawah tanah dan dikeluarkan saat musim kemarau. Menurut Suroso dan Santoso (2006) dalam www.mbojo.wordpress.com perubahan penggunaan lahan sangat berpengaruh terhadap peningkatan debit sungai.
Hasil penelitian Fakhrudin (2003) dalam www.mbojo.wordpress.com menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 1990-1996 akan meningkatkan debit puncak dari 280 m3/det menjadi 383 m3/det, dan juga meningkatkan persentase hujan menjadi direct run-off dari 53% menjadi 63%. Dalam makalah yang sama Yuwono (2005) dalam www.mbojo.wordpress.com juga mengungkapkan pengurangan luas hutan dari 36% menjari 25%, 15% dan 0% akan menaikkan puncak banjir berturut-turut 12,7%, 58,7%, dan 90,4%.
Bila dihubungkan dengan erosi dan sedimentasi saat terjadi perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi tegalan, maka kemungkinan erosi akan semakin tinggi. Menurut Yuwono (2005) dalam (www.mbojo.wordpress.com) pengurangan luas hutan dari 36% menjadi 25%, 15% dan 0% akan meningkatkan laju erosi sebesar 10%, 60% dan 90%. Akibat dari erosi ini tanah menjadi padat, proses infiltrasi terganggu, banyak lapisan atas tanah yang hilang dan terangkut ke tempat-tempat yang lebih rendah, tanah yang hilang dan terangkut inilah yang menjadi sedimentasi yang dapat mendangkalkan waduk-waduk, bendungan-bendungan, dan sungai-sungai. Setelah terjadi seperti itu, kapasitas daya tampung dari saluran irigasi tersebut mendaji lebih kecil yang akhirnya dapat menyebabkan banjir walaupun dalam kondisi curah hujan normal. Menurut Priatna (2001) dalam www.mbojo.wordpress.com kerusakan tanah akibat terjadinya erosi dapat menyebabkan bahaya banjir pada musim hujan, pendangkalan sungai atau waduk-waduk serta makin meluasnya lahan-lahan kritis.
Pada kondisi tertentu, banjir bandang yang disebabkan oleh hujan yang sangat deras dan biasanya diiringi dengan badai dapat terjadi. Hujan yang jatuh di daerah yang lebih tinggi mengalir dengan cepat ke daerah yang lebih rendah sehingga tidak sempat terserap oleh tanah. Banjir ini terjadi sangat cepat (kurang dari 6 jam) di daerah yang relatif lebih rendah. Pembangunan dan perubahan lingkungan pada daerah tangkapan hujan, khususnya pada dataran banjir menyebabkan terganggunya proses alamiah banjir dan menyebabkan banjir yang berbahaya dan merusak.
Banjir yang besar memiliki dampak-dampak yang tidak diinginkan antara lain dampak fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan.
• Dampak fisik adalah kerusakan pada sarana-sarana umum, kantor-kantor pelayanan publik yang disebabkan oleh banjir.
• Dampak sosial mencakup kematian, risiko kesehatan, trauma mental, menurunnya perekonomian, terganggunya kegiatan pendidikan (anak-anak tidak dapat pergi ke sekolah), terganggunya aktivitas kantor pelayanan publik, kekurangan makanan, energi, air , dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya.
• Dampak ekonomi mencakup kehilangan materi, gangguan kegiatan ekonomi (orang tidak dapat pergi kerja, terlambat bekerja, atau transportasi komoditas terhambat, dan lain-lain).
• Dampak lingkungan mencakup pencemaran air (oleh bahan pencemar yang dibawa oleh banjir) atau tumbuhan disekitar sungai yang rusak akibat terbawa banjir.
Terjadinya serangkaian banjir dalam waktu relatif pendek dan terulang tiap tahun, menuntut upaya lebih besar mengantisipasinya, sehingga kerugian dapat diminimalkan. Berbagai upaya pemerintah yang bersifat struktural, ternyata belum sepenuhnya mampu menanggulangi masalah banjir di Indonesia. Penanggulangan banjir, selama ini lebih terfokus pada penyediaan bangunan fisik pengendali banjir untuk mengurangi dampak bencana.
Selain itu, meskipun kebijakan non fisik --yang umumnya mencakup partisipasi masyarakat-- dalam penanggulangan banjir sudah dibuat, namun belum diimplementasikan secara baik, bahkan tidak sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga efektifitasnya dipertanyakan. Kebijakan sektoral, sentralistik, dan top-down tanpa melibatkan masyarakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan global yang menuntut desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi stakeholder, terutama masyarakat yang terkena bencana. Pertanyaannya adalah siapa yang disebut masyarakat? Seberapa jauh masyarakat dapat berpartisipasi? Dan pada tahapan mana masyarakat dapat berpartisipasi? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, harus menjadi pertimbangan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir.
C. Pembatasan Masalah
Faktor penyebab banjir dapat disebabkan secara alami juga dikarenakan oleh perubahan. Didaerah perkotaan dominan penyebab banjir adalah akibat dari kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam. Degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya juga dapat disebabkan akibat tindakan manusia.
Banjir bukan hanya menyebabkan sawah tergenang sehingga tidak dapat dipanen dan meluluhlantakkan perumahan dan permukiman, tetapi juga merusak fasilitas pelayanan sosial ekonomi masyarakat dan prasarana publik , bahkan menelan korban jiwa baik di pedesaan maupun diperkotaan. Kerugian semakin besar jika kegiatan ekonomi dan pemerintahan terganggu, bahkan terhenti. Meskipun partisipasi masyarakat dalam rangka penanggulangan banjir sangat nyata. terutama pada aktivitas tanggap darurat, namun banjir menyebabkan tambahan beban keuangan negara, terutama untuk merehabilitasi dan memulihkan fungsi prasarana publik yang rusak.
Banjir tidak sepenuhnya dapat dihindari. Perlindungan total terhadap banjir adalah sesuatu yang tidak mungkin namun dampak banjir dapat dikurangi. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menyikapi kemungkinan terjadinya banjir secara efektif di daerah perkotaan dan bagaimana mengatasi ketidakpastian. Untuk itu perlu dicermati suatu tatanan dan kebijakan dalam penanggulangan banjir dengan perencanaan dalam kesiapsiagaan dan tanggap darurat melalui penanggulangan banjir berbasis masyarakat dapat mengurangi potensi dampak banjir terhadap masyarakat, lingkungan dan ekonomi.
D. Perumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan banjir dapat terjadi di daerah perkotaan?
2. Dampak yang timbul akibat banjir?
3. Bagaimana cara untuk penanggulangan banjir yang efektif?
E. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
(1) Memberi pengetahuan dan wawasan mengenai banjir, faktor penyebab, serta cara penanggulangan banjir kepada masyarakat awam pada umumnya dan kaum intelektual (mahasiswa) pada khususnya.
(2) Memberi masukan tindakan apa saja dan bagaimana tujuan dari penanggulangan banjir berbasis masyarakat
F. Manfaat Penulisan
Pembaca dapat memahami sebab dan akibat banjir sehingga dapat tergerak menindaklanjuti penanggulangannya untuk mengurangi resiko yang dapat terjadi.
Tindakan / Cara Mengantisipasi Saat Banjir Datang dan Terjadi
Kita tidak mengharapkan bencana banjir datang ke ingkungan ataupun rumah kita
tetapi sebagai manusia kita harus waspada dan sigap bia banjir ternyata datang ke menghampiri kita.
1. Bila hujan deras turun cukup
lama, pantau terus keadaan melalui media elektronik seperti televisi dan
terutama radio, sebab ada beberapa radio lokal yang akan terus mengabarkan
kondisi / banjir
yang akan terjadi.
2. Siapkan barang-barang bawaan
untuk mengungsi seperti :
- Handphone dengan charger
- senter dan baterai cadangan
- makanan dan minuman (menggunakan kemasan anti air atau dibungkus plastik)
- Surat-surat berharga atau dokumen penting seperti sertifikat rumah, tanah, ijasah, dll (dibungkus plastik).
- Radio kecil, bila handphone anda tidak memiliki fasilitas Radio FM / televis
i
- Obat-obatan untuk dalam darurat, termasuk obat-obatan untuk rawat jalan
- Uang tunai
- Selimut dan sarung
- Pakaian secukupnya agar tidak menjadi beban berat (bungkus dengan plastik agar tidak basah)
- Perlengkapan bayi (susu, popok, makanan byi, dll)
- Cairan Iodium, Pemutih pakaian (bleach) untuk rumah tangga tetapi tanpa kandungan pewangi atau obat-obatan untuk membuat / menghasilkan air bersih untuk air minum dalam keadaan darurat.
3. Isi bak / drum / torn penampung
air hingga penuh terutama untuk yang berada / ditempatkan pada lantai atas /
tinggi. Hal ini untuk mengantisipasi kekurangan air bersih
di saat sumber air milik anda tercemar oleh air banjir. Untuk yang praktis, anda dapat mengisi air bersih
pada kantung plastik, mengikatnya dengan kuat dan meletakkannya pada tmpat yang
aman.
4. Saat tanda-tanda banjir mulai muncul di rumah / lingkungan anda,
siapkan barang bawaan untuk mengungsi dan pantau terus ketinggian air.
5. Sebelum air mulai meninggi,
pindahkan barang-barang ke tempat atau lantai yang lebih tinggi. Untuk
barang-barang yang kecil atau ringan sebaiknya di ikat terlebih dahulu pada
arang yang lebih bert / besar agar tidak hanyut terseret banjir.
6. Bila diperkirakan air akan
menggenang lebih tinggi lagi, lakukan evakuasi selagi mudah untuk dilakukan
(sebelum air lebih tinggi), jangan menunggu air benar-benar tinggi.
7. Tutup keran utama air bersih
(terutama jika menggunakan air ledeng / PDAM) bila ketinggian air hendak
mencapai keran air.
8. Matikan/putuskan aliran listrik
rumah melalui saklar/sikring utama bila ketinggian air hendak mndekati sikring
utama atau bila terlihat mengkhawatirkan / dapat berbahaya.
9. Bila mengungsi, cobalah cari
informasi mengenai tempat penampungan sementara / posko banjir terdekat.
10. Bila tidak ada posko banjir, cari dan pergilah mengungsi ke tempat
yang lebih tinggi tetapi lokasinya dekat dengan tempat yang lebih tinggi lagi
bila dibandingkan dengan tempat tersebut. Hal ini untuk mencegah bila ternyata
air banjir terus meluap / semakin tinggi.
11. Sebelum air terlalu tinggi,
ungsikan terlebih dahulu orang tua / lanjut usia, anak-anak, wanita dan ibu
hamil, dan sisakan dua atau tiga orang pria dewasa yang menjaga rumah bila anda
khawatir akan keselamatan harta benda.
12. Bila anda terlambat mengungsi
dan ketinggian air sudah cukup tinggi, pergilah mengungsi secara berkelompok,
agar bila terjadi sesuatu dapat saling tolong-menolong
13. Saat mengungsi, jauhi dari
saluran air agar tidak terjatuh dan hanyut terseret arus banjir yang lebih deras
14. Ketika berjalan menuju tempat
pengungsian, pertimbangkan untuk menggunakan tali tambang untuk mempermudah
evakuasi.
15. Siapkan jerigen bekas yang
kosong, gabus, perahu, atau alat pelampung lainnya sehingga bila anda terjebak
di atap rumah dengan air yang semakin meninggi, anda dapat berusaha untuk
menyelamatkan diri anda secara darurat.
.
Langganan:
Postingan (Atom)